Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

Kamis, 19 Januari 2012

Hijauan Pakan Sapi

Rumput Raja adalah salah satu jenis dari Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schumach) yang ada di Indonesia. Rumput ini adalah jenis rumput baru yang belum banyak dikenal, yang merupakan hasil persilangan antara pennisetum purpereum (rumput gajah) dengan pennisetum tydoides.



Batang dan daunnya berukuran paling besar dibandingkan dengan rumput lainnya, oleh karena itu disebut sebagai King Grass. Rumput Raja memiliki batang yang keras dengan daun berbulu kasar serta memiliki bercak berwarna hijau muda.


Produktivitas Rumput Raja jauh lebih tinggi dari rumput-rumput unggulan  lainnya, serta mempunyai kandungan zat makanan yang cukup bergizi. Menurut hasil penelitian, didapat data sebagai berikut :



  • Produksi hijauan segar :  1076 Ton/ha/tahun
  • Produksi bahan kering  :    110 Ton/ha/tahun
  • Prosentase perbandingan batang dan daun pada hijauan segar = 48 : 52
  • Prosentase perbandingan batang dan daun pada bahan kering  = 32 : 68


Sedangkan kandungan zat makanan yang ada dalam Rumput Raja adalah :


  1. Protein kasar = 13,5%
  2. Lemak             = 3,5 %
  3. NDF                 = 59,7%
  4. Abu                 = 18,6%
  5. Ca                    = 0,37
  6. P                      = 0,35


Rumput Raja mudah ditanam di segala kondisi tanah,  mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Rumput Raja menyukai tanah subur dan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Akan tetapi, untuk penanaman skala besar, tetap harus memperhitungkan beberapa faktor sbb :



  • Sumber air, karena air merupakan salah faktor yang sangat vital pada saat masa pertumbuhan Rumput Raja. Dengan adanya saluran air, juga mempermudah penyebaran pupuk secara otomatis melalui saluran pembuangan.
  • Kondisi Tanah, agar sesuai dengan keperluan petumbuhan Rumput Raja.  Untuk PH tanah yang terlalu “asam”  (PH dibawah 7) dapat ditambahkan kapur, sedangkan untuk pH tanah terlalu “basa” (PH diatas 7) dapat digunakan pupuk yang mengandung sulfur (ZA).

  • Topografi, penting untuk perencanaan pengolahan lahan dan sistem penanaman rumput. Pada kemiringan tanah diatas 18 0 sudah tidak efektif lagi untuk penanaman. Disamping itu semakin tinggi derajat kemiringan tanah semakin rendah efisiensi penggunaan pupuk dan membutuhkan upaya keras untuk mempertahankan kelestarian kesuburan tanah.
.

Penyiapan Bibit Rumput Raja






Rumput Raja ditanam dengan menggunakan :


  1. Stek, yang dipotong-potong dengan ukuran panjang 25 cm atau dipilih yang memiliki jumlah “mata” minimal 2 buah.
  2. Rumpun anakan (sobekan akar /pols), pilih yang sudah mempunyai tinggi sekitar 20 – 25 cm.


Bibit ditanam dengan jarak tanam : 60 x 100 cm, dengan 2 stek setiap lubangnya. Dengan demikian  perkiraan kebutuhan bibit rumput dalam hamparan tanah seluas 1 hektar adalah : (10.000m2 / 0,60)  x 2 stek = 33,332 stek



Apabila rata-rata 1 kg bibit rumput = 15 stek, maka perkiraan kebutuhan bibit rumput untuk 1 ha = 2.222 kg.
.

Pengolahan Tanah



Penanaman Rumput Raja memerlukan kondisi tertentu agar didapatkan hasil yang baik. Oleh sebab itu lahan untuk penanamannya harus diolah sbb:



  • Pembersihan lahan dari pohon-pohon, semak belukar atau tanaman lainnya.
  • Pencangkulan/pembajakan tanah sebanyak 1-2 kali, dengan kedalaman +/- 40 cm. Perlakuan ini bertujuan untuk memecah lapisan tanah menjadi bongkahan.
  • Pembalikan lapisan tanah, diratakan dan dibiarkan beberapa saat agar aktifitas mikro organisme meningkat sehingga mineralisasi bahan organik dapat berlangsung lebih cepat.
  • Penggemburan/penggaruan tanah hasil pembajakan/ pencangkulan menjadi struktur yang lebih kecil sekaligus untuk membersihkan tanah dari sisa perakaran tumbuh-tumbuhan liar.
  • Pemupukan dasar (N, P dan K) dengan kebutuhan per hektar 80 kg TSP, 60 kg KCl dan 110 kg urea atau  menggunakan 10 ton pupuk kandang/ha, 50 kg kcl dan 50 kg sp36/ha.
  • Pengistirahatan Tanah selama  ± 7 hari.
  • Pembuatan parit/lubang tanaman dengan kedalaman 20 cm. Pada tanah dengan kontur miring, tidak perlu diolah, cukup dibuat lubang-lubang menurut kontur tanahnya sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi ganda sebagai penahan erosi.
.

Penanaman Rumput Raja



Penanaman pada daerah tanpa irigasi, sebaiknya dilakukan setelah hujan pertama  sampai pertengahan musim hujan, sehingga pada musim kemarau, tanaman sudah dalam dan cukup kuat.



Penanaman dilakukan  dengan cara  yang sesuai dengan bibit yang digunakan yaitu :
  1. Stek, penanaman dilakukan dengan cara memasukkan ± ¾ bagian dari panjang stek dengan kemiringan ± 30 derajat atau dapat juga dengan cara memasukkan  stek kedalam tanah secara terlentang.
  2. Sobekan akar (pols), menanamnya seperti menanam padi, dengan kebutuhan setiap lubang 2 stek.


Tujuh hari setelah penanaman, alirkan air secukupnya ke lahan tanaman tersebut dan lakukan pennggantian apabila terdapat stek atau pols yang mati.
.

Perawatan Rumput Raja

Perawatan dilakukan dengan cara : Pendangiran/penyiangan,yaitu membersihkan tanamanan liar dan penggemburan tanah disekitarnya atau langsung dilaksanakan penggemburan tanah dengan cara pencangkulan disekitar rumpun rumput dengan membalikkan tanah tersebut.

.

Pemupukan Rumput Raja

Pemupukan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu menggunakan urea dengan dosis 50 kg/ha. Selanjutnya pemupukan dilakukan ± 3-4 kali per tahunnya, dan setelah tiga kali pemotongan dengan dosis yang sama.
.

Pemotongan (defoliasi) Rumput Raja

Pemotongan pertama dapat dilakukan pada umur tanaman 2-3 bulan sebagai potong paksa. Hal ini bertujuan untuk menyamakan pertumbuhan dan merangsang pertumbuhan jumlah anakan. Pemotongan berikutnya dilakukan sekali setiap 6 minggu, kecuali pada waktu musim kemarau waktu potong sebaiknya diperpanjang. Tinggi pemotongan 10-15 cm dari permukaan tanah. Hindari pemotongan yang terlalu tinggi karena akan banyak sisa batang yang mengayu (keras). Demikian juga jangan dipotong terlalu pendek, karena akan mengurangi mata atau tunas muda yang tumbuh.
.

Peremajaan Rumput Raja

Peremajaan rumput dilakukan setelah tanaman tersebut mencapai umur 3 – 4 tahun atau setinggi-tingginya 4,5 tahun. Hal ini tergantung situasi dan konsidi daerahnya. Sedangkan pelaksanaannya dapat dilakukan secara bertahap, yaitu diantara rumpun lama ditanam stek atau pols baru, setelah tanaman tresebut mulai tumbuh dengan baik, maka rumpun lama dibongkar. Begitu seterusnya sehingga kebutuhan rumput potongan tetap tersedia.

Sumber :
  • insidewinme.blogspot.com
  • acres-wild.com
  • dombagarut.blogspot.com

Cara Penggemukan Sapi yang Baik

1. Jenis Sapi yang Digemukkan
Jenis sapi yang paling baik untuk digemukkan adalah jenis Limosin dan Simetal. Untuk kedua jenis sapi tersebut kenaikan berat badannya (ADG) bisa mencapai 1.5-2 kg/hari. Stelah kedua jenis sapi tersebut sapi jenis lainnya adalah SIMPO dan LIMPO yang ADG-nya mencapai 1-1.7 kg/hari.

2. Umur dan Fisiologis Sapi
Yang paling ideal untuk penggemukan adalah sapi berumur 2-2.5 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut tulang-tulang sapi sudah terbentuk secara sempurna sehingga proses penggemukan dapat dilakukan secara efektif. Bagaimana mengetahui usia sapi? Secara fisik pedagang-pedagang di pasar biasanya dapat mengetahui darpi gigi sapi tersebut. Untuk usia 2 tahun biasanya gigi seroi sapi sudah berganti besar 2-4 buah (poel 2-4). Apabila lebih dari itu biasanya usia sapi sudah lebih dari 3 tahun.
Dalam pemilihan sapi selain usia, hal lain yang lebih penting adalah masalah fisik sapi tersebut. Fisik sapi yang baik meliputi panjang tubuhnya, tampilan depan dan belakang.

3. Jangka Waktu Penggemukan
Jangka waktu pemeliharaan ini tergantung dari tujuan peternak, apakah akan memelihara untuk jangka pendek (3-4 bulan) ataukah hanya untuk tabungan sehingga akan dipelihara untuk jangka lama (6-12 bulan). Jangka waktu pemeliharaan ini nantinya akan terkait dengan umur sapi yang dipelihara. Untuk pemeliharaan jangka pendek, sebaiknya peternak memilih jenis sapi limosin atau simetal usia 2-2.5 tahun yang mempunyai bobot antara 350-500 kg. Biasanya untuk jenis tersebut dengan pemeliharaan yang intensif mampu naik minimal 100 kg.
Apabila peternak memilih pemeliharaan jangka panjang maka sebaiknya memilih bibitan yang agak lebih muda dan bobotnya antara 250-350 kg. Hal ini semata-mata pertimbangan harga bibitan yang lebih murah.

4. Jenis Pakan yang Diberikan
Pakan merupakan komponen penting dalam proses penggemukan sapi. Di peternakan kami jenis pakan yang dipakai adalah campuran antara pakan hijauan dan konsentrat. Pakan jenis konsentrat kami berikan pagi dan sore hari masing-masing 10 kg per pemberian pakan. Untuk hijauan biasanya jenis jerami dan rumput gajah (kolonjono). Karena di tempat kami jerami mudah dan murah didapat maka untuk jerami ini kami berikan agak banyak dan bila habis langsung diisi kembali. Jerami ini sebelumnya difermentasi terlebih dahulu agar lebig bergizi untuk sapi. Sedangkan utnuk hijauan hanya kadang-kadang diberikan.

Demikian teknis penggemukan sapi berdasarkan pengalaman kami selama ini. Semoga bisa bermanfaat buat yang lain, terima kasih.

Silahkan baca artikel penting lainnya DISINI

bibit ternak sapi unggulan Indonesia

Potensi plasma nutfah Indonesia memang sangat berlimpah. Sebagai contoh, di Indonesia banyak sekali terdapat bibit-bibit ternak unggulan seperti Sapi bali, Sapi Sumba Ongol, sapi Madura, Sapi Aceh, serta sapi dari pesisir selatan. Sangat disayangkan sapi-sapi unggul tersebut tidak dikembangbiakkan sebagaimana mestinya. Akibatnya ukuran tubuh dari sapi-sapi ini semakin mengecil.

Bibit ternak sapi lokal secara genetik mempunyai potensi produksi yang bagus bahkan dalam kondisi lingkungan yang minimal, meskipun dari segi bobot tubuh memang sapi lokal hanya sekitar 80 persen dari sapi impor.

Tanpa kita sadari, bibit unggul ternak lokal Indonesia disinyalir sudah dikembangbiakkan oleh beberapa negara asing, di antaranya adalah sapi Bali yang dikembangkan oleh Malaysia di Negara Bagian Sabah. Menurut dugaan banyak ahli , bibit ternak sapi tersebut akan dikawinkan dengan jenis lain, kemudian hasil ‘cross breed’ atau silangan itu yang mereka klaim sebagai bibit ternak unggul mereka

Selain Malaysia, Australia juga disinyalir mulai mengembangbiakkan bibit sapi Sumba Ongol. Bibit-bibit ternak unggul yang merupakan kekayaan sumberdaya genetik asli Indonesia tersebut diduga bisa sampai ke tangan pengusaha Malaysia dan Australia melalui pebisnis lokal. Sesungguhnya , sesuai dengan aturan yang berlaku, daerah atau swasta dilarang mengekspor bibit ternak lokal. Akan tetapi pada prakteknya sulit sekali untuk melakukan kontrol atas peraturan ini.

Bagaimana upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah praktek-praktek seperti ini ?. Menurut Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Ir Luki Abdullah, MSc, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu :


  • Pemerintah segera melakukan investigasi dengan mengirimkan tim ahli ke negara-negara tersebut, untuk membuktikan kebenarannya.

  • Pemerintah juga harus segera melakukan promosi bibit ternak lokal unggulan, sebelum negara lain mengklaim jenis tersebut sebagai kekayaan asli mereka.

  • Pemerintah harus segera memulai proyek “National breed”, membantu pemerintah daerah untuk mengembangkan bibit lokal, melokalisasi dan mengelolanya dengan maksimal agar bibit-bibit unggul tersebut bisa berkembang menjadi bibit ternak unggul nasional, serta memantau distribusinya.

  • Pemerintah harus lebih fokus pada pemanfaatan bibit lokal yang bisa dijamin keberlanjutan populasinya.

  • Meningkatkan kemampuan akses peternak untuk memperoleh Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). Dengan bunga lima persen, kredit ini akan sangat membantu untuk mengembangkan bibit unggul sapi lokal.
Silahkan baca artikel penting lainnya DISINI

MENGUBAH JERAMI KERING MENJADI DAGING SAPI

Indonesia masih kekurangan daging sapi. Kekurangan tersebut selama ini dipenuhi dari impor daging beku, sapi siap potong maupun sapi bakalan untuk digemukkan. Kendala utama yang mengakibatkan adanya kekurangan daging sapi tersebut adalah jumlah induk betina sapi kita hanya tinggal sekitar 11 juta ekor. Idealnya kita memiliki induk betika sekitar 14 sd. 15 juta ekor. Namun di luar kendala kekurangan induk sapi tersebut, produktivitas sapi potong kita juga sangat rendah. Kalau sapi impor rata-rata mampu tumbuh dengan peningkatan bobot badan 1 kg per hari, maka sapi lokal kita hanya akan bertambah berat tara-rata 0,5 kg. per hari. Kendala produktivitas sapi potong kita antara lain disebabkan oleh kurangnya hijauan sebagai ransum, terutama pada musim kemarau. Di Jateng, DIY dan Jatim, limbah pertanian berupa tebon jagung dan jerami kering pun digunakan sebagai pakan sapi. Padahal nutrisi dari tebon dan jerami kering tersebut sudah sangat rendah. Makanan tambahan yang diberikan oleh peternak kepada sapi mereka hanyalah dedak (padi serta jagung), ampas tahu, tetes serta limbah pertanian lainnya. Namun di lain pihak, jerami padi banyak yang dibakar sia-sia. Di kawasan Karawang, Jawa Barat atau di sentra-sentra penghasil padi lainnya, sering kita saksikan pembakaran jerami kering di sawah-sawah. Padahal di lain pihak, para peternak sapi di Gunung Kidul (DIY) serta Wonogiri (Jateng) sedang kekurangan hijauan untuk pakan sapi mereka.
Pola peternakan sapi rakyat di Jawa, Bali dan Lampung, agak berbeda dengan di luar Jawa/Bali/Lampung. Di Jawa/Bali/Lampung, ternak sapi selalu dikandangkan. Sementara di luar kawasan tersebut, sapi diliarkan di ladang-ladang atau hutan. Di Jawa/Bali/Lampung, peternak bisa berfungsi sebagai breeder, namun bisa pula sebagai penggemuk sapi kereman. Yang dimaksud sebagai breeder adalah, yang mereka pelihara sapi betina. Hasil yang mereka harapkan adalah anak sapi. Biasanya untuk proses pembuntingan, mereka menggunakan cara inseminasi buatan (kawin suntik). Kalau anak yang diperoleh jantan, akan digemukkan sebagai sapi potong. Apabila betina akan dibesarkan sebagai calon induk. Keuntungan dari memelihara induk sapi betina ini relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan memelihara sapi bakalan untuk digemukkan sebagai sapi potong. Namun para peternak sapi di Jawa/Bali/Lampung biasanya tidak merasa dirugikan dengan memelihara sapi betina, sebab mereka juga sekaligus menggemukkan sapi jantan hasil peternakan mereka. Selain itu, di kawasan ini sapi betina tersebut juga bisa berfungsi sebagai tenaga kerja membajak sawah. Hingga di Jawa/Bali/Lampung, peternak tidak pernah membeda-bedakan fungsi peternakan mereka, apakah sebagai breeder atau sebagai penggemuk sapi kereman.
Jenis sapi lokal yang banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia adalah sapi zebu, peranakan ongole (PO), sapi bali, sapi madura (silangan alami antara zebu, ongole dan bali), american brahman dan australian brahman. Kadang-kadang, di masyarakat juga kita jumpai jenis sapi yang tidak lagi ketahuan galur/rasnya. Sebab di kalangan masyarakat pedesaan, dulu ada kebiasaan untuk mengawinkan sapi betina mereka, tanpa pernah memperhitungkan jenis pejantannya. Akibatnya sapi PO bisa kawin dengan sapi madura, sapi brahman dan sebagainya. Keturunan yang diperoleh, tentu menjadi tidak murni lagi. Dulu, perkawinan sedarah (inbreeding) atau antar saudara, juga ikut pula memerosotkan kualitas sapi yang ada. Terjadi degradasi kualitas sapi yang ada di masyarakat. Upaya pemerintah dengan melakukan inseminasi buatan, berikut penyuluhan kepada para peternak, telah memperbaiki kualitas sapi rakyat. Hingga sekarang galur sapi yang dipelihara masyarakat kembali jelas. Di Jawa dan Lampung, rata-rata masyarakat memelihara sapi zebu, PO atau brahman. Di Madura tentu sapi madura sementara di Bali sapi bali. Sapi madura dan sapi bali ini banyak pula dipelihara di NTP dan NTT. Di kawasan transmigran atau pemukiman lain di Luar Jawa, Madura, Bali dan Lampung, sapi yang dipelihara tergantung dari masyarakat pemukimnya. Meskipun sekarang ada kecenderungan masyarakat untuk lebih memilih sapi bali serta madura karena daya tahanannya yang relatif tinggi terhadap kekurangan hijauan maupun serangan penyakit.
Dengan harga sekitar Rp 12.500,- per kg. hidup, dengan bobot rata-rata sekitar 300 sd. 400 kg. maka harga beli sapi jantan bakalan untuk digemukkan sekitar Rp 3.750.000,- sd. Rp 5.000.000,- Sapi-sapi lokal kita rata-rata akan mencapai pertambahan bobot hidup 0,5 kg. per hari. Sementara bakalan impor mampu tumbuh 1 kg. bobot hidup per hari. Namun biaya pakan dan perawatan sapi impor juga lebih tinggi dari sapi lokal. Sementara harga per kg. bobot hidup sapi impor, justru lebih rendah dibanding sapi lokal. Ibaratnya harga ayam broiler dengan ayam kampung. Dengan pertambahan bobot hidup 0,5 kg. per hari, kalau harga per kg. bobot hidup Rp 12.500. maka akan diperoleh marjin kotor Rp 6.250,- per hari. Dengan menggunakan pola menggaduh (maro), maka 50% dari marjin tersebut merupakan hak bagi pemilik modal. Hingga hak bagi pemelihara hanyalah Rp 3.125,- per ekor per hari. Dri marjin tersebut, 50% untuk biaya pakan. terutama konsentrat. Sebab hijauan biasanya akan dicari sendiri oleh si pemelihara. Hingga nilai "upah" bagi pemelihara sapi potong adalah Rp 1.562,50 per hari. Dengan kemampuan menggemukkan rata-rata sekitar 4 ekor, maka nilai penghasilan tenaga buruh penggemukan sapi adalah Rp 6.250,- per hari, dengan jam kerja antara 2 sd. 3 jam. Jam kerja ini akan digunakan untuk mencari hijauan, membersihkan kandang, memberi minum, memandikan sapi dll. Nilai upah ini setelah jangka waktu penggemukan selesai, biasanya 3 bulan, adalah Rp 140.625,- per ekor atau Rp 562.500,- untuk 4 ekor sapi.
Kalau penggemukan sapi ini dilakukan secara bisnis, maka nilai biaya yang harus dikeluarkan oleh investor adalah Rp 3.125,- per ekor per hari untuk sapi lokal, dan Rp 6.250,- per ekor per hari untuk sapi impor. Nilai biaya tersebut akan dialokasikan untuk penyusutan kandang, peralatan, perijinan dll, untuk pakan, obat-obatan serta tenaga kerja, termasuk untuk biaya manajemen. Jumlah minimal sapi lokal yang bisa digemukkan boleh hanya satu ekor dan sudah menguntungkan. Namun pada sapi impor, ada batasan minimalnya. Sebab mendatangkan sapi bakalan dari Australia, minimal harus satu kapal sebanyak sekitar 2.000 ekor. Hingga angka minimal yang harus digemukkan per angkatan adalah 2.000 ekor. Meskipun sekarang sudah ada pola "nempil". Seorang investor yang hanya memiliki modal untuk menggemukkan 20 ekor, bisa patungan dengan dua atau tida investor lain hingga terkumpul 40 sd. 60 ekor. Jumlah ini diusahakan untuk nempil (membeli sebagian kecil) dari pengusaha feedlot yang melakukan impor sapi bakalan. Apabila investor kecil tersebut sudah dikenal baik oleh importir, biasanya akan diberi "tempilan" sejumlah yang dibutuhkannya. Bahkan importir yang biasanya juga pengusaha penggemukan tersebut, akan menjamin pula pemasarannya apabila usaha yang dilakukan oleh si investor kecil tersebut berhasil. Patokan keberhasilan ini ditandai dengan angka mortalitas nol dan laju pertumbuhan minimal 1 kg. per ekor per hari.
Komponen utama usaha penggemukan sapi potong adalah pakan. Dalam penggemukan berskala bisnis modern, pakan utama adalah konsentrat plus silase. Hijauan, baik segar maupun kering hanya diberikan sekadar untuk "lauk pauknya". Sementara dalam penggemukan secara tradisional, pakan utama adalah hijauan (juga segar maupun kering), sementara pakan tambahannya hanya berupa dedak, ampas tahu, ampas singkong, tetes tebu dan pakan lain sesuai dengan ketersediaan setempat. Karenanya pertambahan bobot hidup rata-rata pada penggemukan secara tradisional hanyalah 0,5 kg. per hari. Meskipun sapi yang digemukkan merupakan bakalan impor, dengan pola penggemukan tradisional, sulit untuk mencapai pertumbuhan bobot hidup 1 kg. per hari. Sementara sapi lokal pun, apabila digemukkan dengan pakan utama konsentrat dan silase, sementara hijauannya hanya merupakan pakan tambahan, akan mencapai pertumbuhan bobot hidup lebih dari 0,5 kg per hari. Pada akhirnya, yang akan menentukan untung ruginya penggemukan sapi potong adalah komponen biaya pakan ini. Apabila kita bisa menemukan pakan yang mampu meningkatkan bobot hidup tinggi namun harganya murah, maka tingkat keuntungannya akan bertambah. Sebaliknya, penggunaan konsentrat pabrik secara berlebihan, akan menelan biaya tinggi, hingga pertumbuhan bobot hidup yang dicapai tidak mampu lagi menutup biaya pakan.
Hijauan murah yang selama ini masih belum termanfaatkan dengan baik untuk usaha penggemukan sapi potong adalah jerami padi. Kalau kita lewat kawasan Pantura atau sentra penghasil padi lainnya selama musim panen raya, maka akan tampak jerami yang dihamparkan di tengah sawah dan setelah kering langsung dibakar. Api (panas) yang ditimbulkan akibat pembakaran jerami ini, sebenarnya merupakan energi yang masih bisa diubah menjadi protein melalui pencernakan sapi. Di Gunung Kidul, DIY, pada musim kemarau sapi hanya diberi pakan jerami dan tebon (batang jagung) kering. Selulosa ini tentu sangat rendah gizinya. Namun di tahun 1950an, ketika pupuk urea diperkenalkan ke masyarakat, peternak di Gunung Kidul punya gagasan unik. Kalau mes (urea) bisa menyuburkan tanaman, mestinya juga bisa menggemukkan sapi. Maka mereka pun memberi sapi mereka sedikit urea pada minumannya. Biasanya air minum sapi ini dicampur dengan tetes, ampas singkong atau dedak. Di luar dugaan, ternyata sapi yang hanya diberi jerami dan tebon kering ini setelah mendapat urea benar-benar jadi gemuk. Dalam rumen (lambung sapi), memang terdapat bakteri penghancur selulosa. Dengan adanya starter urea plus karbohidrat, bakteri tersebut akan tumbuh pesat dan menghancurkan selulosa. Karena penghancuran jerami dan tebon kering ini dibantu oleh jutaan bakteri, maka penyerapan nutrisinya menjadi lebih optimal. Sementara bangkai bakteri berupa protein itu, merupakan gizi tambahan yang luarbiasa.

Sumber: http://foragri.blogsome.com 

Silahkan baca artikel penting lainnya DISINI

Cara Ternak SAPI POTONG

I. Pendahuluan.
Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar dan modern, dengan skala usaha kecilpun akan mendapatkan keuntungan yang baik jika dilakukan dengan prinsip budidaya modern. PT. NATURAL NUSANTARA dengan prinsip K-3 (Kuantitas, Kualitas dan Kesehatan) membantu budidaya penggemukan sapi potong baik untuk skala usaha besar maupun kecil.

II. Penggemukan
Penggemukan sapi potong adalah pemeliharaan sapi dewasa dalam keadaan kurus untuk ditingkatkan berat badannya melalui pembesaran daging dalam waktu relatif singkat (3-5 bulan).
Beberapa hal yang berkaitan dengan usaha penggemukan sapi potong adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong.
Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

A. Sapi Bali.
Cirinya berwarna merah dengan warna putih pada kaki dari lutut ke bawah dan pada pantat, punggungnya bergaris warna hitam (garis belut). Keunggulan sapi ini dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang baru.

B. Sapi Ongole.
Cirinya berwarna putih dengan warna hitam di beberapa bagian tubuh, bergelambir dan berpunuk, dan daya adaptasinya baik. Jenis ini telah disilangkan dengan sapi Madura, keturunannya disebut Peranakan Ongole (PO) cirinya sama dengan sapi Ongole tetapi kemampuan produksinya lebih rendah.

C. Sapi Brahman.
Cirinya berwarna coklat hingga coklat tua, dengan warna putih pada bagian kepala. Daya pertumbuhannya cepat, sehingga menjadi primadona sapi potong di Indonesia.

D. Sapi Madura.
Mempunyai ciri berpunuk, berwarna kuning hingga merah bata, terkadang terdapat warna putih pada moncong, ekor dan kaki bawah. Jenis sapi ini mempunyai daya pertambahan berat badan rendah.

E. Sapi Limousin.
Mempunyai ciri berwarna hitam bervariasi dengan warna merah bata dan putih, terdapat warna putih pada moncong kepalanya, tubuh berukuran besar dan mempunyai tingkat produksi yang baik

2. Pemilihan Bakalan.
Bakalan merupakan faktor yang penting, karena sangat menentukan hasil akhir usaha penggemukan. Pemilihan bakalan memerlukan ketelitian, kejelian dan pengalaman. Ciri-ciri bakalan yang baik adalah :
  • Berumur di atas 2,5 tahun.
  • Jenis kelamin jantan.
  • Bentuk tubuh panjang, bulat dan lebar, panjang minimal 170 cm tinggi pundak minimal 135 cm, lingkar dada 133 cm.
  • Tubuh kurus, tulang menonjol, tetapi tetap sehat (kurus karena kurang pakan, bukan karena sakit).
  • Pandangan mata bersinar cerah dan bulu halus.
  • Kotoran normal




III. Tatalaksana Pemeliharaan.
3.1. Perkandangan.
Secara umum, kandang memiliki dua tipe, yaitu individu dan kelompok. Pada kandang individu, setiap sapi menempati tempatnya sendiri berukuran 2,5 X 1,5 m. Tipe ini dapat memacu pertumbuhan lebih pesat, karena tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan dan memiliki ruang gerak terbatas, sehingga energi yang diperoleh dari pakan digunakan untuk hidup pokok dan produksi daging tidak hilang karena banyak bergerak. Pada kandang kelompok, bakalan dalam satu periode penggemukan ditempatkan dalam satu kandang. Satu ekor sapi memerlukan tempat yang lebih luas daripada kandang individu. Kelemahan tipe kandang ini yaitu terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan sehingga sapi yang lebih kuat cenderung cepat tumbuh daripada yang lemah, karena lebih banyak mendapatkan pakan.

3.2. Pakan.
Berdasarkan kondisi fisioloigis dan sistem pencernaannya, sapi digolongkan hewan ruminansia, karena pencernaannya melalui tiga proses, yaitu secara mekanis dalam mulut dengan bantuan air ludah (saliva), secara fermentatif dalam rumen dengan bantuan mikrobia rumen dan secara enzimatis setelah melewati rumen.
Penelitian menunjukkan bahwa penggemukan dengan mengandalkan pakan berupa hijauan saja, kurang memberikan hasil yang optimal dan membutuhkan waktu yang lama. Salah satu cara mempercepat penggemukan adalah dengan pakan kombinasi antara hijauan dan konsentrat. Konsentrat yang digunakan adalah ampas bir, ampas tahu, ampas tebu, bekatul, kulit biji kedelai, kulit nenas dan buatan pabrik pakan. Konsentrat diberikan lebih dahulu untuk memberi pakan mikrobia rumen, sehingga ketika pakan hijauan masuk rumen, mikrobia rumen telah siap dan aktif mencerna hijauan. Kebutuhan pakan (dalam berat kering) tiap ekor adalah 2,5% berat badannya. Hijauan yang digunakan adalah jerami padi, daun tebu, daun jagung, alang-alang dan rumput-rumputan liar sebagai pakan berkualitas rendah dan rumput gajah, setaria kolonjono sebagai pakan berkualitas tinggi.
Penentuan kualitas pakan tersebut berdasarkan tinggi rendahnya kandungan nutrisi (zat pakan) dan kadar serat kasar. Pakan hijauan yang berkualitas rendah mengandung serat kasar tinggi yang sifatnya sukar dicerna karena terdapat lignin yang sukar larut oleh enzim pencernaan.

Oleh karena itu PT. NATURAL NUSANTARA juga mengeluarkan suplemen khusus ternak yaitu VITERNA Plus, POC NASA, dan HORMONIK. Produk ini, khususnya produk VITERNA Plus menggunakan teknologi asam amino yang diciptakan dengan pendekatan fisiologis tubuh sapi, yaitu dengan meneliti berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak.

VITERNA Plus mengandung berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak, yaitu :
  • Mineral-mineral sebagai penyusun tulang, darah dan berperan dalam sintesis enzim, yaitu N, P, K, Ca, Mg, Cl dan lain-lain.
  • Asam-asam amino, yaitu Arginin, Histidin, Leusin, Isoleusin dan lain-lain sebagai penyusun protein, pembentuk sel dan organ tubuh.
  • Vitamin lengkap yang berfungsi untuk berlangsungnya proses fisiologis tubuh yang normal dan meningkatkan ketahanan tubuh sapi dari serangan penyakit.
  • Asam - asam organik essensial, diantaranya asam propionat, asam asetat dan asam butirat.
Sementara pemberian POC NASA yang mengandung berbagai mineral penting untuk pertumbuhan ternak, seperti N, P, K, Ca, Mg, Fe dan lain-lain serta dilengkapi protein dan lemak nabati, mampu meningkatkan pertumbuhan bobot harian sapi, meningkatkan ketahanan tubuh ternak, mengurangi kadar kolesterol daging dan mengurangi bau kotoran.
Sedangkan HORMONIK lebih berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh bagi ternak. Di mana formula ini akan sangat membantu meningkatkan pertumbuhan ternak secara keseluruhan.
Cara penggunaannya adalah dengan dicampurkan dalam air minum atau komboran pakan konsentrat. Caranya sebagai berikut :
  1. Campurkan 1 botol VITERNA Plus (500 cc) dan 1 botol POC NASA (500 cc) ke dalam sebuah wadah khusus. Tambahkan ke dalam larutan campuran tersebut dengan 20 cc HORMONIK. Aduk atau kocok hingga tercampur secara merata.
  2. Selanjutnya berikan kepada ternak sapi dengan dosis 10 cc per ekor. Interval 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore hari.
3.3. Pengendalian Penyakit.
Dalam pengendalian penyakit, yang lebih utama dilakukan adalah pencegahan penyakit daripada pengobatan, karena penggunaan obat akan menambah biaya produksi dan tidak terjaminnya keberhasilan pengobatan yang dilakukan. Usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan sapi adalah :

a. Pemanfaatan kandang karantina. Sapi bakalan yang baru hendaknya dikarantina pada suatu kandang terpisah, dengan tujuan untuk memonitor adanya gejala penyakit tertentu yang tidak diketahui pada saat proses pembelian. Disamping itu juga untuk adaptasi sapi terhadap lingkungan yang baru. Pada waktu sapi dikarantina, sebaiknya diberi obat cacing karena berdasarkan penelitian sebagian besar sapi di Indonesia (terutama sapi rakyat) mengalami cacingan. Penyakit ini memang tidak mematikan, tetapi akan mengurangi kecepatan pertambahan berat badan ketika digemukkan. Waktu mengkarantina sapi adalah satu minggu untuk sapi yang sehat dan pada sapi yang sakit baru dikeluarkan setelah sapi sehat. Kandang karantina selain untuk sapi baru juga digunakan untuk memisahkan sapi lama yang menderita sakit agar tidak menular kepada sapi lain yang sehat.

b. Menjaga kebersihan sapi bakalan dan kandangnya. Sapi yang digemukkan secara intensif akan menghasilkan kotoran yang banyak karena mendapatkan pakan yang mencukupi, sehingga pembuangan kotoran harus dilakukan setiap saat jika kandang mulai kotor untuk mencegah berkembangnya bakteri dan virus penyebab penyakit.

c. Vaksinasi untuk bakalan baru. Pemberian vaksin cukup dilakukan pada saat sapi berada di kandang karantina. Vaksinasi yang penting dilakukan adalah vaksinasi Anthrax.
Beberapa jenis penyakit yang dapat meyerang sapi potong adalah cacingan, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), kembung (Bloat) dan lain-lain.

IV. Produksi Daging.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daging adalah
1. Pakan.
Pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang optimal akan berpengaruh baik terhadap kualitas daging. Perlakuan pakan dengan NPB akan meningkatkan daya cerna pakan terutama terhadap pakan yang berkualitas rendah sedangkan pemberian VITERNA Plus memberikan berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak sehingga sapi akan tumbuh lebih cepat dan sehat.

2. Faktor Genetik.
Ternak dengan kualitas genetik yang baik akan tumbuh dengan baik/cepat sehingga produksi daging menjadi lebih tinggi.

3. Jenis Kelamin.
Ternak jantan tumbuh lebih cepat daripada ternak betina, sehingga pada umur yang sama, ternak jantan mempunyai tubuh dan daging yang lebih besar.

4. Manajemen.
Pemeliharaan dengan manajemen yang baik membuat sapi tumbuh dengan sehat dan cepat membentuk daging, sehingga masa penggemukan menjadi lebih singkat.